Salah satu objek wisata alam di Kabupaten Bandung Barat yang tidak pernah sepi pengunjung, terdapat tradisi adat Sunda Ruwatan Gunung Setiap tanggal 10 muharam selalu diadakan tradisi upacara ruwatan di kaki Gunung Tangkuban Parahu, Desa Cikole, Lembaga, Bandung Barat oleh masyarakat Adat Galmok. Kearifan lokal yang masih dijaga itu bertujuan agar masyarakat yang tinggal disekitar gunung diberikan keselamatan dan dijauhkan dari musibah serta marabahaya.
Puncak upacara tahunan masyarakat adat Sunda, Ngertakeun Bumi Lamba adalah sebuah cara menjalankan pesan yang dititipkan leluhur untuk menjaga tiga gunung yang dianggap tempat suci (kabuyutan), salah satunya Gunung Tangkuban Parahu, gunung api sisa letusan Gunung Sunda purba 200 tahun lalu. Ritual adat ini dilaksanakan satu kali dalam setahun setiap bulan Juni atau setiap tanggal 1 Kapitu (bulan ketujuh) menurut hitungan kala ider (kalender) Suryakala. Waktu itu bertepatan dengan perjalanan matahari yang baru kembali ke bumi bagian selatan dari utara. Upacara ini dilakukan di kawasan Gunung Tangkuban Perahu, Jawa Barat.
Upacara Ngertakeun Bumi Lamba memiliki beberapa makna, di antaranya : Mensejahterakan bumi, Menjaga dan merawat bumi, Mengingat manusia untuk melihat dan merasakan gunung secara emosional dan spiritual, Sebagai simbol besar untuk menjaga kestabilan alam, Sebagai ajang silaturahmi antarsuku. Upacara Ngertakeun Bumi Lamba biasanya diawali dengan persiapan sajen dan sesembahan. Sajen dan sesembahan ini merupakan cara berkomunikasi dengan para sepuh dalam kepercayaan orang Sunda. Sajen diambil dari hasil alam yang telah memberikan kehidupan kepada manusia. Berdasarkan falsafah hidup dan aturan dasar adat istiadat, upacara ini merupakan manifestasi hubungan harmonis manusia dengan alam dan pencipta-Nya.


Photo from Donny Iqbal/Mongabay Indonesia.